Friday, August 12, 2005

Cerdas Menghisab Diri

Dikisahkan, ketika melakukan pemantauan terhadap keadaan rakyatnya, Khalifah Abu Bakar RA dengan ditemani oleh beberapa sahabat memasuki lahan pertanian seseorang dari golongan Anshar. Ketika berada di tengah lahan pertanian itu, Abu Bakar melihat seekor burung terbang dari satu pohon kurma ke pohon kurma lainnya dan dari satu pohon ke pohon lainnya. Ia pun duduk dan menangis. Para sahabat pun bertanya kepadanya, ''Wahai khalifah, apa gerangan yang terjadi pada dirimu?'' Abu Bakar menjawab, ''Aku menangis karena burung itu. Ia terbang dengan enaknya dari satu pohon ke pohon lainnya, lalu datang ke sumber air dan hinggap di pohon, kemudian mati tanpa ada hisab dan tanpa ada azab. Aduhai, sekiranya aku menjadi burung.''

Penghisaban atas semua amal perbuatan adalah hal yang pasti bagi setiap manusia. Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya menegaskan bahwa hari penghitungan (yaum al-hisab) adalah haqq. Tidak ada seorang pun yang mampu menghindar dari penghisaban di akhirat kelak. Allah berfirman, ''Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.'' (QS 88: 25-26).

Ketika hari penghisaban tiba, tidak ada lagi saat untuk beramal. Karena itu, setiap manusia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi hari penghisaban dengan memperbanyak amal di dunia. Al-Imam Ali bin Abu Thalib berkata, ''Dunia itu selalu bergerak menjauh dari kehidupan manusia sedangkan akhirat selalu bergerak mendekatinya. Masing-masing dari keduanya mempunyai budak yang setia kepadanya. Maka, jadilah kamu sekalian sebagai budak akhirat dan janganlah kamu sekalian menjadi budak dunia. Sesungguhnya di dunia inilah tempat beramal dan tidak ada penghisaban sedangkan di akhirat nanti adalah saat penghisaban dan bukan tempat beramal.''

Amal yang akan menolong manusia di saat penghisaban nanti adalah amal saleh yang dilandasi dengan niat suci untuk mendapatkan ridha Allah semata. Karena itu, setiap manusia harus pandai melakukan evaluasi terhadap amal yang diperbuatnya di dunia. Rasulullah SAW bersabda, ''Orang yang cerdas adalah orang yang pandai menghisab dirinya di dunia dan beramal untuk kehidupan setelah mati sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya suka berharap kepada Allah tanpa melakukan apa-apa.'' (HR Tirmidzi).

Pernyataan senada ditegaskan Umar bin Khattab RA, ''Hisablah diri kamu sekalian sebelum dihisab oleh Allah. Dan berhias dirilah (dengan amal) untuk menghadapi ujian terbesar. Sesungguhnya, penghisaban di hari kiamat itu hanya akan terasa ringan bagi orang yang terbiasa menghisab dirinya di dunia.''

Kebiasaan menghisab diri adalah bukti ketakwaan seorang Mukmin. Dengan kebiasaan itu, semoga kita termasuk golongan yang ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya, ''Adapun orang yang diberikan kitab (catatan) amalnya dari sebelah kanannya, maka ia akan dihisab dengan penghisaban yang mudah.'' (QS 84: 7-8). Marilah kita menghisab diri, paling tidak saat akhir pekan, agar kita bisa meningkatkan timbangan amal kebaikan dan mengurangi dosa-dosa baik yang terbersit di hati, terungkapkan dalam kata-kata, serta yang tereskpresikan oleh semua panca indra kita.

------------------------------------
(Diambil dari Hikmah Republika)




Harta yang Halal

Rasulullah SAW bersabda: "Akan tiba suatu zaman di mana orang tidak peduli lagi terhadap harta yang diperoleh, apakah ia halal atau haram." (HR Bukhari). Empat belas abad lebih, setelah Rasulullah menyatakan hadist ini, kini kita sedang menyaksikan sebuah kenyataan dimana orang sangat berani melakukan korupsi, penipuan, penggelembungan nilai proyek, pemerasan, penyuapan, pengoplosan BBM, produksi barang bajakan, bermain valas, dsb. Sehingga banyak orang yang menjadi korban karenanya. Bahkan tak jarang orang mengatakan "mencari yang haram aja sulit apalagi yang halal".

Allah SWT sebenarnya telah memanggil hamba-Nya yang mukmin untuk mencari harta yang halal dan tidak makan kecuali yang halal: "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik, yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu benar-benar menyembah kadapa-Nya (QS. 2:172). Dalam ayat lain Allah berfirman: "Wahai manusia! Makanlah yang halal dan baik dari makanan yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan,sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu (QS. 2:168).

Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari ayat-ayat di atas:
  1. Allah yang menciptakan manusia tentu Dialah yang paling tahu apa yang terbaik bagi manusia. Barang-barang yang Allah haramkan itu bisa dipastikan bila dilanggar akan merusak tubuh kita. Dan kita telah menyaksikan betapa orang yang korupsi, meski sedikit, telah menghancurkan negara dan nasib berjuta rakyat, sebagaimana orang yang mabuk-mabukan telah merusak dirinya, akalnya, dan masa depannya.
  2. Harta yang haram ada dua macam: pertama, haram secara zat, seperti daging babi, bangkai, meniuman yang memabukkan. Kedua, haram secara proses pendapatan, seperti harta hasil korupsi, curian, judi, penipuan, dsb. Kedua macam harta ini sama-sama membawa malapetaka bagi manusia dan kemanusiaan.
  3. Memperoleh harta secara halal adalah perjuangan yang sangat mulia, karena pada ayat di atas, Allah menganggapnya sebagai ekspresi keimanan dan bukti mensyukuri nikmat-Nya.
Rasulullah SAW pernah bercerita tentang seorang yang sedang dalam perjalanan panjang, rambutnya kusut, pakaiannya kotor, ia menadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Ya Rabb! Ya Rabb! Sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram. Mana mungkin, kata abi, permohonannya akan dikabulkan oleh Allah (HR Muslim). Ketika menyebut hadist ini Ibnu Katsir mengatakan: makanan halal adalah penyebab diterimanya doa dan ibadah, sebagaimana makanan haram penyebab ditolaknya doa dan ibadah.

Mengingat saat ini begitu banyak makanan yang terkontaminasi oleh zat yang diharamkan, bahkan coklat dan ice cream sekalipun, maka sudah selayaknya kita lebih memperhatikan siapa produsen/pededagangnya, apakah ada label/sertifikat halal atau tidak, dan bagaimanana komposisinya. Semoga kita diberikan kelapangan dan kekuatan oleh Allah untuk mendapatkan rizki dengan jalan yang halal. Dan semoga kita juga bisa saling mengingatkan ketika akan mengkonsumsi makanan maupun minuman sehingga terhindar dari zat yang diharamkan.

-------------------------------------------------
(Diambil dari Hikmah Republika)

Menjaga Perut

Pada suatu hari, Khalid bin Walid menyuguhkan makanan kepada Khalifah Umar bin Khattab. ''Makanan ini untukku?'' tanya Umar. ''Mana makanan untuk orang-orang miskin dan kaum Muhajirin yang acap kali mati kelaparan,'' tanya Umar lagi. ''Mereka mendapat surga tuan,'' jawab Khalid. ''Kalau mereka mendapat surga, sedangkan kita hanya mendapat makanan ini, mereka sungguh lebih beruntung daripada kita,'' tegas Umar.

Kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa hidup ini sesungguhnya bukan hanya soal perut. Seorang Muslim, seperti dicontohkan Khalifah Umar, tidak boleh teperdaya oleh kenikmatan sesaat yang bersifat duniawi, tetapi ia harus selalu ingat tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Untuk mencapai tujuan ini, seorang Muslim, seperti ditunjukkan Umar tadi, harus mampu menjaga dan mengendalikan perutnya. Mengapa perut? Jawabnya, karena secara rohani perut merupakan salah satu organ tubuh yang paling sulit dikendalikan. Ia paling banyak menuntut, memakan biaya besar, dan sangat berbahaya karena ia merupakan sumber lahirnya keinginan-keinginan buruk (syahwat).

Dalam kitab Minhaj al-'Abidin, Imam Ghazali mengingatkan agar seorang Muslim mampu menjaga perutnya, terutama dari dua hal ini. Pertama, dari semua perkara yang haram dan syubhat. Kedua, dari berfoya-foya atau berpuas-puas diri meskipun dari perkara yang halal.

Larangan pertama harus dijauhi, karena dalam Islam pemakan barang haram diancam dua keburukan besar. Pertama, siksa api neraka. Firman Allah, ''Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).'' (An-Nisa': 10). Kedua, ibadah dan kebaikannya tertolak (mathrud). Hal ini karena Allah SWT adalah Allah Yang Mahasuci. Ia tidak akan menerima kecuali hamba-Nya yang suci. Pemakan barang haram, karena kotor tak mungkin mendapat ridha Allah, meski ia beribadah siang dan malam. Sabda Rasulullah SAW, ''Siapa makan barang haram, maka Allah tidak akan menerima semua ibadahnya, wajib maupun sunat.'' (HR Dailami).

Larangan kedua, berfoya-foya atau berpuas-puas diri harus pula dijauhi karena hal ini mengandung keburukan-keburukan yang amat banyak. Imam Ghazali menyebutkan sepuluh keburukan. Di antaranya, hati orang yang berbuat berfoya-foya menjadi keras dan mati. Ibarat tanaman, kalau terendam banjir, ia pasti mati. Berikutnya, ia cenderung lapar dan cenderung melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Berikutnya lagi, ia cenderung malas beribadah. Karena terlalu kenyang, ia menjadi berat hati dan malas melakukan kebaikan-kebaikan. Keburukan yang lain lagi, ia bakal tercekal dalam pemeriksaan amal di akhirat, lantaran semua harta yang dimiliki harus diregistrasi ulang dan diaudit secara transparan. Jadi, ia tidak akan bisa lari dari hisab, lalu azab.

Na'udzu billah, semoga kita diberikan hidayah dan kekuatan untuk tidak terlenakan dengan hanya mengurus keperluan perut dan menjaganya dari barang haram serta berpuas-puas diri dengannya.

------------------------------------------------------------
(Diambil dari Hikmah Republika)

Apa itu Taqdir?

Taqdir adalah ketentuan yang telah Allah tetapkan. Bahkan jauh sebelum semua makhluk diciptakan, Allah telah menuliskan semua taqdir makhluknya dari permulaan masa hingga hari akhir. Namun harus kita pahami bahwa taqdir itu tidak ada yang tahu kecuali Allah. Jadi kita tidak bisa mengatakan –misalnya- bahwa saya ini tidak bisa jadi kaya karena taqdir Allah. Sebab dari mana kita tahu bahwa di masa yang akan datang itu kita tetap miskin? Jadi bagi makhluk, yang namanya taqdir Allah itu adalah hal ghaib dan misteri. Sesuatu yang tidak bisa dibatasi ruang dan waktu. Karena itu haram hukumnya seseorang berpangku tangan tidak berusaha dengan alasan sudah taqdir. Padahal Allah sendiri sebagai Penulis Taqdir telah memerintahkan kita untuk berusaha dan bekerja.

Jauh hari sebelum kita, orang-orang dahulu pun pernah berselisih paham tentang takdir ini dan terpecah menjadi dua kubu yang ekstrem. Yang pertama yang menyerahkan semua pada taqdir, tidak mau bekerja dan berusaha. Yang kedua yang tidak percaya pada taqdir dan berpendirian bahwa manusia 100% menentukan apa yang akan terjadi. Bagi Ahlussunnah wal jamaah, posisi yang benar adalah diantara keduanya, yaitu tidak menafikan taqdir tetapi tetap berikhtiar maksimal.

Orang yang bunuh diri tidak keluar dari taqdir Allah, karena kita baru tahu apakah suatu kejadian itu merupakan taqdir dari Allah atau bukan setelah kejadian itu berlangsung. Jadi bagaimana kita tahu bahwa orang bunuh diri itu takdirnya bukan seperti itu? Apakah kita bisa tahu taqdir dari Allah sebelumnya sehingga bisa mengatakan bahwa taqdirnya tidak mati bunuh diri, tapi mati di tempat lain.

Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidak ada seorang pun dari kamu melainkan telah dicatat / ditentukan tempat kembalinya, ke surga atau ke neraka”. Para shahabat bertanya,”Kalau begitu sebaiknya kita meninggalkan ibadah dan amal lalu bertawakal saja ?”. Rasulullah SAW bersabda, ”Beramallah, karena semua orang dimudahkan oleh Allah sesuai dengan penciptaannya”. (HR. Bukhari, Muslim)

Taqdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani.
  • Al-`Ilmu. Bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun teperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya. “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya , dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata " (QS. Al-an`am 59)

  • Al-Kitabah. Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana firman-Nya : “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab . Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj : 70)

  • Al-Masyiah. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat / masyiah (kehendak / keinginan) Allah SWT. Maka tidak ada dalam kekuasaannya yang tidak diinginkannya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan oleh makhluk-Nya. “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah! maka terjadilah ia.” (QS. Yasin : 82).
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka yang beriman dan ada di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah : 253)

  • Al-Khalqu. Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya. “Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar : 2)

-------------------------------------------------------------
(Diambil dari Rubrik Konsultasi www.syariahonline.com dan Ust. Iman Sulaiman, Lc.)

Brandy Korman

Seorang wanita muda bermata biru dan mengenakan jilbab warnamerah terang nampak tekun mengikuti pembicaraan tentang Al-Quran di sebuah perkumpulan warga Muslim, Islamic Society di Michiana. Wanita itu, terlihat senyum dan mengangguk-anggukan kepalanya mendengarkan tiga orang wanita lain yang bersamanya sedang berdiskusi tentang Al-Qur'an. Wanita muda berkerudung merah itu bernama Brandy Korman. Namun tak lama lagi, orang akan mengenalnya dengan nama Zahra Abaza. Korman yang baru berusia 21 tahun itu, menggunakan nama Islam, karena memang ia baru saja masuk Islam, pada musim semi yang lalu.

Kini Korman tidak lagi mengenakan setelan jeans dan sweaternya. Ia mengganti pakaiannya itu dengan baju Muslimah berupa baju panjang dan tentu saja jilbab yang kini dikenakannya. Korman bahkan berani memutuskan untuk menjadi istri laki-laki asal Mesir, yang selama ini belum lama dikenalnya. Kehidupan yang dijalani Brandy Korman atau Zahra Abaza sekarang benar-benar sebuah kehidupan baru dengan keimanannya yang baru.

Peristiwa serangan 11 September yang menggegerkan dunia, menjadi titik awal kehidupan baru Korman. Saat itu, ia masih berusia 18 tahun dan seorang pemeluk agama Katolik yang taat. Peristiwa 11 September itu mendorongnya pergi ke Penn State University, di sana ia mulai mencari tahu tentang agama Islam dan Al-Quran lewat di internet. Korman mengetik kata 'Islam' dan 'Quran' dan mulai mencari informasi tentang dua kata itu. "Saat itu, saya bukan hanya sekedar ingin tahu. Apa yang ada di kepala saya, 'agama macam apa yang memerintahkan pemeluknya untuk membunuh orang," kata Korman saat ditanya asal-muasal ingin mengenal Islam.

Dari situs internet, Korman beralih ke perpustakaan dan membaca buku-buku yang memberikan informasi tentang Islam. Korman pun mulai membaca isi Al-Quran, 'Ribuan halaman saya baca,' katanya. Setelah membaca isinya, anggapan Korman bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan orang untuk membunuh, justru pudar. Korman mulai memahami ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk berserah diri pada Allah, yang melarang membunuh orang yang tidak berdosa meski atas nama agama, ujar Korman. "Ketika saya membaca isi Al-Quran, saya tidak menemukan hal-hal yang tidak saya saya setujui seperti ketika saya membaca Injil," tambah Korman. Misalnya soal prinsip Trinitas yang selama ini selalu menjadi pertanyaan Korman.

Setelah pindah dari Pennsylvania ke South Bend mengikuti ibunya, Korman lebih giat lagi mempelajari Islam, tepatnya sejak akhir Januari 2004. Korman pun sering bertanya pada sejumlah teman kuliahnya yang Muslim di Jurusan Bisnis, Universita Indiana, South Bend (IUSB). Saat musim semi, Korman mengirimkan email pada teman kuliahnya Osama Abaza, 24 tahun, asal Alexandria, Mesir dan menyatakan keinginannya untuk ke masjid.

Korman pun mendatangi sebuah masjid milik komunitas Muslim, Islamic Society of Michiana di South Bend yang terletak di 3310 Hepler St. Di belakang mesjid, Korman berdiri mengamati warga Muslim, laki-laki dan perempuan sholat, berdiri, ruku dan sujud. Karena sudah mengetahui tentang Islam, Korman merasa nyaman berada di masjid, ia tidak melihat atau mendengar ucapan-ucapan yang tidak enak atas keberadaannya di sana dari para pengunjung masjid. Setelah itu, Korman pun rutin datang ke masjid setiap seminggu sekali bersama Abaza dan ia menanyakan banyak hal tentang Islam pada teman kuliahnya itu. Setelah banyak mencari tahu soal Islam dan berdiskusi dengan Abaza, sekitar 3 bulan kemudian ia menyatakan masuk Islam di hadapan 2 saksi.

Meski sudah menjadi muslimah, awalnya Korman masih takut mengenakan jilbab ke sekolah atau ke tempat kuliahnya. Korman hanya mengenakannya kalau pergi ke masjid. Tapi sekarang, Korman mengenakan jilbab ke manapun ia pergi. Ia mengaku kadang merasa tidak nyaman melihat orang-orang memandang ke arahnya. Ditanya apakah ia senang mengenakan jilbab, Korman hanya menjawab,"Saya tidak tahu, tapi Al-Qur'an mengatakan sebagai Muslimah saya seharusnya mengenakan jilbab."

"Jilbab memotivasi anda untuk menjauhi hal-hal yang seharusnya dijauhi," tambah Korman. Karena sudah mengenakan jilbab, Korman sekarang tidak bisa sembarangan ngobrol dengan laki-laki atau pergi ke bar. "Aneh rasanya, pakai jilbab tapi pergi ke bar," ujar Korman sambil tertawa.

Mengomentari soal agama Islam yang kini menjadi keyakinannya, Korman mengatakan,"Buat saya Islam bukan hanya sekedar agama, tapi sudah menjadi cara hidup saya. Saya harus mengubah gaya hidup saya, cara berpakaian saya." Korman kini tidak lagi merayakan hari Thanksgiving, "Berat memang, ketika keluarga saya menghubungi saya tapi saya tidak bisa berkumpul bersama mereka. Bukan pesta Thanksgivingnya yang saya rindukan, tapi suasana berkumpul bersama keluarga," ujar Korman.

Korman tetap meyakini bahwa Islam tidak megajarkan umatnya untuk membunuh orang yang tidak berdosa. Di sisi lain, Korman juga menyatakan ketidaksetujuannya dengan kebijakan pemerintah AS yang memborbardir orang di seluruh dunia atas nama kebebasan dan demokrasi, tulis Korman dalam emailnya. (ln/southbend tribune)

==========================================
Yah, semoga semangat Korman mempelajari Islam bisa menular kepada kita yang sudah memeluk agama ini jauh lebih lama. Dan semoga perilaku sebagian rakyat Amerika yang malah simpati dengan fitnah terhadap Islam (agama, bukan pemeluknya), menjadi tamparan bagi kita yang kebanyakan makin menjauh dengan Islam karena malu dan takut dengan fitnah yang menimpa.

-------------------------------------------------------------
(Diambil dari www.eramuslim.com)

Penjaja Kue itu pun akhirnya Berhaji

"Jajaaannnn... Jajaaaannnnnn...." Entah berapa tahun sudah suara pedagang ini 'berkumandang', berkeliling setiap hari di perkampungan kami. Khas sekali suaranya. Perempuan itu dikenal masyarakat sebagai penjual jajan keliling. Satu keranjang kecil, ditaruh di atas kepalanya, piawai sekali. Mengenakan pakaian khas Jawa sederhana dengan kepala dililit kerudung, tiada sore terlewatkan tanpa kehadiran suara pedagang ini. Hujan pun bukan penghalang baginya. Pisang goreng misalnya, salah satu jajanan yang ditawarkan, menjadi favorit kami.

Mbak Tin tinggal di gubug reyot di pojokan kampung kami. Saya yakin, kalaupun pemerintah kota mengetahuinya di pinggir jalan, gubug ini jadi salah satu prioritas penggusuran karena 'mengganggu' pemandangan. Mbak Tin tinggal bersama seorang anak laki-lakinya. Adalah di luar pengetahuan saya tentang kapan dia ditinggal pergi oleh sang suami. Sejak tinggal di gubug tersebut, hanya mereka berdua yang kelihatan.

Mbak Tin terkenal ramah. Tak pernah ia melupakan salam dan hamdalah dalam keseharian bisnis kecilnya. Orang-orang senang sekali kepadanya. Sebenarnya, bukan karena keramahan dan kesupelannya saja yang mendorong orang-orang di kampung kami untuk membeli dagangannya. Kelebihan lain yang dimiliki ibu satu anak ini adalah keterampilan mengajari Al-Qur'an. Makanya orang-orang di kampung mempercayakan anak-anak mereka untuk diajar membaca Al-Qur'an oleh Mbak Tin. Buahnya, perubahan moral kerohanian anak-anak yang dihasilkan dari sumbangsih perempuan penjual jajan ini ternyata membawa dampak besar pada kehidupan masyarakat.

Mbak Tin sering sekali bercerita bahwa dia sangat memimpikan untuk pergi ke Baitullah. Bahkan saking rindunya, seringkali dia tampak menangis saat melihat gambar masjidil Haram. Sampai suatu saat dia kumpulkan tabungannya sebesar 10 juta rupiah. "Mbak Tin tidak usah memikirkan berapa sisa yang dibutuhkan untuk berhaji. Saya ikhlas!" Kata Pak Ahmad suatu hari ketika Mbak Tin menanyakan jumlah uang yang dibutuhkan untuk pergi ke tanah suci. Mbak Tin sadar, bahwa uang yang diserahkan Pak Ahmad, jauh dari cukup.

Betapa bersyukurnya Mbak Tin mendengar berita ini. Mungkin ia berpikir, mana mungkin seorang penjual jajan pasar mampu membiayai perjalanan ke Masjidil Haram. Seumur hidup pun kalau dia mau menabung, di jaman sekarang ini, tidak bakal tertutupi biayanya. Apalagi kebutuhan terhadap kondisi rumahnya juga membutuhkan penanganan segera. Namun di tengah segala kesulitan yang dialaminya, rupanya Allah SWT memberikan kemudahan. Tidak ada orang yang akan pernah menyangka bahwa Mbak Tin bakal berkunjung ke Mekkah

Hari itu, tanggal 1 Februari 2005, penjaja kue sekaligus guru mengaji di kampung kami berkemas-kemas menuju asrama haji. Puluhan orang, termasuk bekas anak-anak didiknya, memadati rumahnya. Sebagian besar mereka meneteskan air mata, terharu mengingat besarnya jasa perempuan penjaja pisang goreng itu selama ini. Mengingat betapa Allah Maha Bijaksana, memberangkatkan kaum papa seperti dia. Bertahun-tahun sudah dia baktikan hidupnya untuk sebuah kepentingan yang jarang dilirik orang sebagai suatu prestasi. Apalagi sebuah karir!

Hari itu, Allah SWT telah melengkapi kebahagianya. Namun Allah juga ingin mengambilnya untuk selama-lamanya. Pada tanggal 30 Februari 2005, Mbak Atin, 45 tahun, dinyatakan sebagai syuhada yang wafat di Mina.

-------------------------------------------------------------
(Diambil dari www.eramuslim.com)

Takabur, Rakus, dan Dengki

Ibnu Mas'ud menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ''Jauhilah olehmu sifat takabur, sebab karena terdorong oleh rasa takabur inilah, maka iblis tidak mau bersujud kepada Adam. Dan, jauhilah sifat rakus, sebab karena itulah sehingga Adam mau memakan buah pohon terlarang. Dan, jauhilah sifat dengki, sebab kedua anak Adam itu seseorang di antara mereka membunuh saudaranya karena terdorong oleh rasa dengki. Semua sifat itu adalah pangkal segala dosa.'' (HR Ibnu 'Asakir).

Hadis di atas memberikan penjelasan yang gamblang bahwa ada tiga sifat manusia yang potensial untuk mengantarkan manusia kepada perbuatan dosa. Sifat ini bermuara pada kehancuran, baik di dunia maupun akhirat.

Pertama, takabur, yakni selalu merasa lebih baik dari yang lainnya. Sebagaimana hadis di atas, sifat ini pertama kali dicontohkan oleh iblis yang tidak mau bersujud kepada Adam.

Allah menjelaskan dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, 'Bersujudlah kamu kepada Adam', maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman, 'Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?' Menjawab iblis, 'Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah'.'' (QS 7: 11 - 12).

Kedua, rakus. Sifat ini menyebabkan seseorang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Orang-orang yang memiliki sifat ini tidak peduli apakah harta yang diinginkannya itu milik saudara atau rakyat. Padahal, Allah dengan sangat jelas melarang kita untuk menghalalkan segala cara dalam mencari rezeki. Allah berfirman, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.'' (QS 4: 29).

Ketiga, dengki. Sifat ini selalu merasa tidak senang dengan keberhasilan atau sesuatu yang dimiliki orang lain. Orang seperti ini selalu iri hati dan melihat keberhasilan orang lain dengan pandangan negatif. Bahayanya sifat ini Rasulullah gambarkan seperti api yang membakar kayu bakar. ''Dengki itu memusnahkan kebaikan, sebagaimana api membakar kayu bakar,'' demikian sabdanya sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah. Karena buruknya sifat ini, Allah mengajarkan doa agar kita terhindar dari sifat ini. Doa itu, ''Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.'' (QS 59: 10).

Mari kita jauhi sikap takabur baik entah karena kecerdasan, kekayaan, ketampanan, maupun kesusksesan kita. Kita jauhi sifat rakus akan harta, bahkan rakus akan alokasi waktu dan tenaga untuk bekerja sementara untuk mengkaji Islam dan menjalin silaturahmi seringkali terabaikan. Kita jauhi sikap dengki yang biasanya bermula dari sikap kurang bersyukur dan selalu merasa diri ini paling menderita. Semoga Allah memberikan hidayah dan kekuatan kepada kita untuk menghindarkan diri dari sifat-sifat tersebut.

-------------------------------------------------------------
(Diambil dari Hikmah Republika)